Sabtu, 24 Oktober 2009

resensi buku aksara batak

Contoh Resensi Buku Aksara Batak


RESENSI BUKU
( Critical Book Review )

I Identitas Buku
1. Judul Buku : Surat Batak atau Aksara Batak
2. Penulis : Uli Kozok
3. Tahun Terbit : 2009
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Penerbit : KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia )
6. Tebal Buku : 194 Halaman
II Sinopsis isi Buku Surat Batak
Istilah Batak mungkin menulis mengenai Batak tanpa terlebih dahulu memberikan defenisi dari apa yang dimaksud dengan dengan istilah tersebut. Dewasa ini, istilah batak sebenarnya sudah jarang dipakai bila merujuk kepada kelompok etnis Batak selain Toba, yaitu Karo, Pakpak Dairi, Simalungun serta Angkola Mandailing. Keempat etnis tersebut sekarang jarang menyandang predikat Batak.
Salah satu alasan kenapa predikat Batak kini jarang dipakai oleh keempat etnis tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa orang Toba cenderung menyebut diri sebagai Batak dan bukan sebagai Toba. Dengan demikian maka Batak sering dianggap sinonim dengan Toba. Jadi mengapa orang Batak Toba lebuh suka menggunakan predikat Batak ketimbang Toba ? Sebabnya ialah karena Toba sebenarnya nama daerah dan bukan nama suku Bangsa. Pada intinya Toba merujuk pada dua daerah saja yaitu Toba Humbang dan Toba Holbung
Buku ini mengenai aksara Batak, yang dalam bahasa – bahasa Batak disebut Surat Batak. Sekarang sistem tulisan yang ada di Sumatra Utara suka dibedakan antara Toba, Karo, tetapi dulu semua orangBatak termasuk Karo, Simalunggun dan Mandailing menggunakan hanya satu istilah yaitu Surat Batak.
Oleh karena itu, dan demi menjaga kesederhanaan tulisan ini istilah Batak digunakan bila merujuk kepada semua sub-etnis Batak seangkan istilah Karo, Pakpak-Dairi, Simalunggun, Toba dan Mandailing digunakan bila merujuk pada suatu kelompok.
Untuk mengetahui isi pustaka,sebuah refrensi yang amat berguna adalah buku Winkler (1925) yang berjudul Die Toba-Batak auf Sumatra in gesunden und kranken Tagen.Johannes Winkler (1874-1958), seorang dokter zending yang mulai tahun1901 ditugaskan di daerah Toba, berguru pada seorang datu yang bernama Ama Batuholing Lumbangaol. Dengan bantuannya Winkler mengetahui dan menctat isi pustaha serta perihal ilmu kedukunan (hadatuon) pada umumnya. Beliau membedakan tiga jenis ilmu yang palinng banyak terdapat dalam pustaha-pustaha batak:
1. Ilmu yang menyambung hidup (Die Kunst, das Leben zu erhalten)
2. Ilmu yang menghancurkan hidup (Die Kunst,das Leben zu vernichten)
3. Ilmu Nujum
Pengelompokan yang dilakukan Liberty Manik (1973) dan petrus Voorhoeve (1977:519) masih berpedoman pada sistem winkler, tetapi lebih terinci. Pengelompokan mereka disajikan di bawah ini dengan rincian berapa jumlahnya pusaha yang memuat topik tersebut. Rincian di bawah ini berdasarkan evaluasi 461 pusaha, 214 diantaranya diinvetariskan oleh Manik, dan 247 lagi oleh Voorhoeve.
Sejarah Surat batak sering diklasifikasikan sebagai sebuah silabogram, namun ini jelas keliru karena aksara batak- sebagaimana juga aksara-aksara lainnya di nusantara – merupakan bagian dari rumpun tulisan brahmi (India) yang lebih tepat dapat diklasifikasikan sebagai abugida ( paduan antara silabogram dan abjad ). Sebuah abugida terdiri dari aksara yang melambangkan sebuah konsonan sementara vokal dipasang pada aksara sebagai diakritik. Abugida adalah jenis tulisan yang bersifat fonetis dalam arti setiap bunyi bahasanya dapat mengembangkan secara akurat.
Asal-Usul Aksara Batak
Aksara batak termasuk keluarga tulisan India. Aksara India yang tertua adalah aksarabrahmi yang menutrunkan dua kelompok tulisan yakni India utara dan India selatan.aksara nagari dan palawa masing-masing berasal dari kelompok utara dan selatan dan dua-duanya pernah dipakai di berbagai tempat di asia tenggara, termasuk Indonesia (casparis 1975).
Surat batak terdiri atas dua perangkat huruf yang masing-masing di sebut ina ni surat dan anak ni surat. Sistem tulisan yang demikianjuga dipakai oleh semua abjad India dan abjad-abjad turunannya.dan memang aksara batak dan demikian juga semua aksara nusantara lainnya yang berinduk pada aksara India. Namun demikian, kerabat suratbatak yang paling dekat adalah aksara-aksara nusantara, dan khususnya yang di Sumatra. Tulisan nusantara asli dapat dibagi atas lima kelompok:
1. Aksara Hanacaraka (Jawa, Sunda, Bali)
ketiga aksara ini sangat berkemiripan dan disebut hanacaraka menurut kelima aksara yang pertama.
1. Surat Ulu (Kelinci, Rejang, Lampung, Lembak, Pasemah, Dan Serawai)
suurat ulu, yang kadang-kadang juga dinamakan aksara Ka-Ga-Nga menurut bunyi ketiga aksara pertama,sangat mirip satu sama lain dan dipakai di satu daerah yang sangat luas.
2. Surat Batak (Angkola-Mandailing, Toba, Simalungun, Pakpak Dairi,
Karo)
3. Aksara Sulawesi (Bugis,Makasar, Dan Bima)
disulawesi terdapat dua aksara yang berbeda. Yang pertama adalah aksara makasar kuno. Kedua adalah aksara bugis yang kemudian juga digunakan oleh orang makasar menggantikan aksara nakasarkuno.
4. Aksara Filipina (Bisaya, Tagalog, Tagbanwa, Mangyan)
seperti juga halnya denganketiga kelompok di atas, aksara Filipina juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai beberapa sistem tulisan yang satu sama lainnya banyak menunjukkan persamaan

Aksara Batak Masuk Percetakan
Tidak banyak orang mengetahui bahwa aksara batak sudah dituangkan ke imah hitam jauh sebelum kedatangan Nommensen dan zending jerman. Pad tahun 1855 telah terbit Over Schrift en Uitspraak der Tobasche Taal (perihal tulisan dan pengucapan bahasa toba) karanga herman Neubronner Van Der Tuuk. Buku tersebut dicetak di Amsterdam di percetakan C.A.Spin & Zoo, lalu d edit kembali dan di cetak ulang dengan diberi judul baru Tobasche Spraakkunst,eerste stuk (tata bahasa toba, bagian pertama) (Tuuk 1864).Tata bahas tersebut di puji-puji sbagai tata bahasa pertama di India belanda yang disususn secara ilmiah, dan karya ini dianggap sedemikian penting sehingga di terbitkan kembali dalam terjemahan bahasa inggris lebih dari 100 tahun kemudian (Tuuk 1971). Dengan begitu memiliki tiga versidari bku yang (hampir) sama yangmasing-masing mempunyai bagian mengenai aksara batak yang menguraikan secara terperinci dan sangat akurat tiap-tiap aksara batak (pakpak, toba, dan angkola-mandailing).
Melihat betapa lengkap dan akurat dta yang disajikan Van der Tuuk Mengenai bahasa dan aksara Angkola-Mandailing, Toba dan pakpak,sehausnya pengetahuan kita saat ini lebih luas lagi, mengingat kamajuan di segala bidangselama seratus tahun terakhir ini. Sedihnya, pengetahuankita mengenai aksara batak tidak bertambah, malah terjadi kemerosotan yang sngat memprihatinkan.
Penyimpangan Dari Aksara Batak
Dalam aksara batak sebagaimana sering digunakan sekarang, misalnya yang dipakai di kantor-kantor polisi, di tugu-tugu, di puskesmas, dan gedung-gedung umum lainnya, ada kecenderungan untuk menulis huruf yang sangat menyimpang daribentuk yang sebnarnya. Bentuk- bentuk yang agak ane juga karangan-karangan yang berkaitan dengan buaya batak, misalnya di sarumpet (1994) atau situmorang(1983). Huruf-hurufyang paling seringmenyimpang adalah huruf A, Da, Ma, Na, dan Sa. Kejanggalan-kejanggalan tersebut di ketahui asalnya. Kemungkinan berasal dari ketidaktahuan saja.



III Kajian Perbandingan
Menurut N. Siahaan (1964 : 115) dalam Situs Internet www.sejarahilmu/aksarabatak.com diberitahukan bahwa sekarang ini sulit untuk mengetahui kapan manusia pertama kali mempergunakan tulisan. Berlainan dengan tulisan modern, pictogram Tulisan piktogram dipakai di kalangan orang-orang Indian Amerika, orang Yukagir di Siberia dan juga dapat ditemukan di pulau Paska (Pasifik Timur). Pada suatu saat, piktogram tidak hanya menunjukkan gambar benda yang, dimaksud melainkan juga sifat-sifat benda itu atau konsep-konsep yang berhubungan dengan benda itu
Orang Mesir mengembangkan juga tulisan yang menggambarkan suku kata. Aksara silabis ini mempengaruhi sistem tulisan bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Fenesia yang hidup di Pantai Timur Dalam tahun ke-10 s.M. tulisan silabis orang Fenesia itu dipinjam oleh orang Yunani. Tetapi, karena bahasanya berlain anakhirnya ditinggalkan dan orang Yunani mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis, Aksara Yunani ini kemudian diambil alih oleh orang Romawi dan dalam abad-abad pertama Masehi aksara Romawi atau Latin ini menyebar ke seluruh dunia dan sampai ke Indonesia sekitar abad ke-16 Jauh sebelum aksara Romawi dikenal di Indonesia berbagai bahasa di Indonesia ini sudah mengenal aksara yaitu aksara yang dikenal dalam Bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Sasak, Lampung, Bugis Makasar, dan Batak. Jenis aksara ini diturunkan dari aksara Pallawa dipakai di India Selatan dalam abad ke-4 M
Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain. Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak. Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain bahasa Batak. Hal ini setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing), kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka temui di luar Tano Batak.
Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman.
Untuk mengantisipasi perkembangan zaman, sesuai dengan amanat GBHN, maka tokoh-tokoh masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf.
A
HA
NA
RA
TA
BA
WA
I
MA
NGA
LA
PA
SA
DA
GA
JA
YA
U
KA
KHA
CA
NYA
NDA
MBA
FA
QA
XA
VA
ZA









Dalam Buku Ahu Sisingamangraja Karangan Prof. Dr. W. B Sidjabat
Raja Sisingamangaraja XII sebagai Power Motive Patuan Bosar Sinambela atau Ompu Pulo Batu lahir di Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 1849. Ompu Pulo Batu yang menjadi Sisingamangaraja XII mulai tahun 1875 sampai 1907 adalah Pahlawan Nasional dari Tanah Batak, yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pada 9 November 1961.
Si Singamangaraja XII dikenal sebagai sosok pemimpin dalam masyarakat Batak.Beliau juga seorang tokoh historis dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menyongsong era kemerdekaan dengan menyandang gelar Pahlawan Nasional. Perjuangan Si Singamangaraja XII dari tahun 1877 sampai 17 Juni 1907 membuktikan kehebatan strategi perang yang dimainkannya.
Dalam usahanya melawan penjajah dengan kerja sama keluar dan untuk menyamakan kedudukannya dengan raja-raja atau sultan-sultan Melayu, Sisingamangaraja XII-lah yang pertama menggunakan kertas dan cap sebagai legalitas surat yang ditujukan kepada otoritas kolonial Belanda dan missionaris Jerman I.L. Nommensen.
Ada tiga jenis cap Sisingamangaraja XII (Kozok, 2000:254), dua di antaranya (cap B dan C) lebih sering digunakan, sedangkan satu lagi (cap A) jarang digunakan, tetapi ada ditemukan dalam arsip Vereinigte Evangelische Mission (pengganti RMG) di Wuppertal, Jerman. Ketiga Cap itu ditulis dengan bahasa dan aksara Batak yang ditulis ditengah cap dan bahasa Melayu dengan menggunakan aksara Jawi yang ditulis di pinggir sekeliling Cap. Cap A berbentuk bulat bergerigi sepuluh dengan diameter 60 mm. Kondisi cap ini kurang bagus dan kelihatannya dibuat terbalik, aksaranya baru jelas terbaca setelah menggunakan cermin seperti berikut ini: (CAP A) Cap B berbentuk bulat bergerigi 12 dengan diameter 74 mm. Ini yang lebih sering digunakan dalam surat-surat Sisingamangaraja XII sebagaimana terlihat (CAP B) Cap C berbentuk bulat bergerigi 11, yang tampaknya lebih ”mudah” dibaca seperti terlihat (CAP C) Tulisan Aksara Batak yang ada pada ketiga cap itu, lebih banyak tafsiran dalam Cap B, memiliki variasi bacaan dan tafsiran seperti ini:
1. Ahus sap tuwana Sisingamangaraja tiyan Bagara.
2. Ahu sasap tangan sisingamangaraja mian Bakkara.
3. Ahu sasap tuwana Sisingamangaraja mian Bakkara.
4. Ahu ma sap tuana Sisingamangaraja sian Bagara.
5. Ahu sahap ni tuwan Sisingamangaraja tian Bakara.
6. Ahu sahap tuan Sisingamangaraja tian Bakara.
7. Ahu sahap ni Sisingamangaraja sian Bakara.
8. Ahu sasap tuana Sisingamangaraja tian Bagara.
9. Ahu ma sap tuan Sisingamangaraja tian Bangkara.
Namun, dari semua tafsiran itu, inti tulisan pada cap itu adalah ”Ahu sap ni Sisingamangaraja sian Bakara”, yang artinya ”Aku cap Sisingamangaraja dari Bakara”. Tulisan Arab Melayu, yang berada di sekeliling cap itu berbunyi, ”Inilah cap maharaja di negeri Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat Nabi 1304. Di samping sebagai legalitas surat dalam memainkan peran politik dan militernya, cap Sisingamangaraja XII yang bertuliskan aksara dan bahasa Batak serta aksara Jawi dan bahasa Melayu

Dalam Buku Filsafat Batak karangan T.M Sihombing mengatakan :
Peranan “surat” itu sangat penting bagi masyarakat batak pada waktu itu. Tetapi makin lama makin banyak juga orang mengenalnya. Itulah sebabnya “surat” batak ambil juga sebagai objek perhatikan untuk memperhatikan filsafat batak. Terlebih-lebih karena pada waktu ini boleh dikatakan hampir tidak ada lagi orang batak yang tidak mengenal huruf latin. Untuk itu jugalah penulis menyusun karangan ini supaya timbul minat orang-orang muda batak mempelajri “surat” nenek moyangnya dan nanti sanggup membaca kitab leluhurnya yang dinamai “ PUSAHA “.
ada dua macam “ surat” yang dikenal orang dan keduanya dapat di baca, yaitu “surat” yang terdiri dari ”mata ni seret” (huruf atau aksara ) dan jenis yang kedua ialah “surat ni tangan”(garis-garis pada telapak tangan manusia).
Bagaimana asal mula “surat batak” terciptakan ? penulis sendiri kira-kira 40 tahun yang lalu ingin juga mengetahuinya.karena itu pada tahun-tahun tiga puluhan penulis berusaha menanyakan hal itu kepada orang-orang tua di berbagai daerah batak. Penerbangan yang diperoleh penukis berupa sebuah cerita
Si Mangarapintu yang Menerima Ilmu Gaib Dari Batara Guru
Dahulu ada seorang batak yang bernama ama ni mangarapintu. Dari nama itu terus dapat kita ketahui bahwa anaknya yang sulung bernama si managarapintu
keterangan lanjut tentang “ surat batak”.
Pesan batara guru selalu di patuhi oleh orang batak pada zaman dahulu buktinya:
1. Orang batak tidak mau mengancam oranga dengan surat.
2. Orang batak tidak memakai surat untuk menyatakan perang.
( dalam bahasa batak : dampak aek ).
3. Ilmu menulis itu dipergunakan untuk membuat orang lain gembira dan bahagia.

Menurut Drs. Mberguh Sembiring, S.H dan U.C. Barus dalam bukunya Sejemput Adat Budaya Karo menerangkan bagaiman penulisan Aksara Karo Dimulai dari :
1. Induk surat ( huruf utama) :
- pada permulaan dahulu ada 19 huruf
- belakangan bertambah dua huruf lagi
susunan abjadnya : ha, ka ,ba,pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nda, mba, I, u, ca,
2. Anak surat (huruf tambahan)
huruf ini mengubah bunyi huruf utama, yakni sebagai berikut
1. pematik : menghilangkan bunyi vokal akhir seperti : kaka---> kak.
rupa ---> rup
2. kebincaren : menambah huruf ng
seperti : ta ---> tang
pu ---> pung
3. kejeringen : menambah huruf h
seperti : na---> nah
ti---> tih
4. sikurun : akhiran a menjadi u
ma ---> mu
5. kelawan : akhiran a menjadi I
ra ---> ri
6. keberepen : akhiran a menjadi e
ka ---> ke
7. ketolongen : akhiran a menjadi o
ta ---> to
8. ketelengan : akhiran a menjagi e’
sa ---> se’

Menurut Situs Internet www.wikipedia.com/sejarah batak
Aksara/huruf Batak atau disebut ‘Surat Batak’ adalah huruf-huruf yang dipakai dalam naskah-naskah asli suku Batak (Toba, Angkola/Mandailing, Simalungun, dan Karo). Kelompok bahasa sub suku ini mempunyai kemiripan satu sama lain dan sebenarnya adalah cabang dari suatu bahasa Batak tua (Proto Batak). Naskah asli itu sebagian besar berupa pustaha (laklak), sebagian kecil lainnya dituliskan pada bambu dan kertas.
Menurut Versi Batak permulaan Aksara Batak berupa dari sebuah Surat Agong dan surat Tumbaga Holing yang diterima Si Raja Batak dari Ompung Mulajadi Nabolon. Kemudian Surat Agong diraksahon (diterjemahkan) oleh Martuaraja doli, dan surat Tombaga Holing ditorsahon Tuan Sorimangaraja. Dari merekalah turun temurun surat Batak itu sampai sekarang ini. Dengan demikian Martuaraja doli dan Tuan Sorimangaraja lah yang pertama sekali membaca surat Batak yang diterima Si Raja Batak itu dari Ompunta Mulajadi Nabolon berupa Pustaha yang dituliskan di kulit kayu
Aksara Batak Toba
Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Barak Toba.
Beberapa koreksi untuk aksara Batak Toba :
Huruf /a/ dalam bentuk yang melengkung lebih banyak ditemukan daripada bentuk garis tajam
Huruf /ma/ dalam bentuk dalam bentuk yang sudah sering dikenal umum ternyata berbeda dari yang dipakai pustaha
Huruf /pa/ bentuk nya lurus saja
Aksara batak sama sekali tidak mengenal angka
dan masih banyak yang lainnya yang sudah terlanjur salah kaprah.

Keunggulan Buku
Dalam Buku Aksara Batak ini dapat dilihat keunggulannya dari sisi Cover depan bukunya yang membuat ketertarikan sendiri bagi siapa saja yang membacanya, yang dilengkapi dengan Gambar Aksara batak dari kulit Kayu, keunggulan lain dapat dilihat dari isinya yang menceritakan secara mendetail dan secara terperinci mengenai Sejarah Perkembangan Tulisan Batak, Pedoman menulis Aksara Batak serta dilengkapi dengan Cap Si Singamangaraja XII
Didalam buku ini dikemas dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, serta cara penulisannya lebih merujuk kepada gaya bahasa penulisan Batak yang terdapat didalamnya sehingga para pembaca yang ingin membaca dan ingin mempelajarinya tidak merasa bosan.
Disinilah dapat dilihat bahwa penulis berani menunjukan bagaimana Sejarah Perkembangan penulisan Batak berikut pedoman dalam menulis Aksara Batak yang sudah hampir Punah, Plus Cap Si Singamangaraja XII, Penulis juga mengutip dari sumber – sumber buku yang terpercaya kebenarannya, sehingga mudah dimengerti dan juga mudah dipelajari.

Kelemahan Buku
Kelemahan Buku Aksara Batak ini tidak terlalu banyak, diakibatkan Penulis hanya ingin mengungkapkan secara mendetail mengenai sejarah Aksara Batak berikut pedoman penulisannya, kelemahan buku ini menurut saya terletak pada isinya tentang Sejarah Perkembangan Aksara Batak itu sendiri yang saya rasa kurang mendetail mengingat banyaknya berupa kajian perbandingan – perbandingan yang hampir serupa tetapi tidak sama didalamnya.

Sumbangan Saran
Saran yang akan saya berikan untuk resensi Buku kali ini yaitu :
1. Sya berharap yang pertama Agar Sejarah perkembangan surat Batak lebih diperinci secara mendetail mengenai timbulnya dan jenis pustahanya.
2. Gaya bahasa, Kertas dan Cover depan yang menarik pembaca gar lebih dipertahankan oleh penulis dalam penerbitan buku – buku aksara Batak kedepannya.
3. Sumber – sumber dalam kutipan untuk kedepannya diusahakan jangan diambil dari sumber – sumber yang tidak Jelas Asalnya, tapi diusahakan dari tokoh – tokoh yang sudah berpengalaman mengenai Asal usul dan tentang bagaimana pedoman dalam penulisan Aksara Batak ini.

Penutup
Dapat disimpulkan tradisi tulis Batak termasuk diantara sepuluh tradisi tulis lain karena telah menghasilkan buku – buku yang sangat menakjubkan, terbuat dari kulit kayu yang dilipat – lipat yang berisi aksra yang khas dn magis, mengingat tradisi ini sudah hampir punah sehingga kulit kayu yang berisi tulisan aksara Batak ini menjadi barang perpustakaan dan museum
Untuk itu seorang penulis Uli Kozok seoang warga Negara Jerman mempelajari kebudayaan Batak dan meneliti ratusan naskah yang menguraikan segala sesuatu yang bertalian dengan aksara Batak dari teknik pembuatan Pustaha sampai sejarah perkembangn bentuk aksaranya yang pernah beredar di Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA

I. Sumber Buku
Kozok, Uli. 2009. Surat Batak. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia
Sembiring, Mberguh. 1994. Sejemput Adat Budaya Karo. Medan : Gramedia
Sihombing, T. M. 2000. Filsafat Batak. Jakarta : Balai Pustaka
Sidjabat, Prof. Dr.W.B. 1983. Ahu Si Singamangaraja XII. Jakarta : Sinar Harapan

II. Sumber Internet
www.sejarah ilmu.com/aksara batak
www.wikipedia.com/sejarah batak